Jumat, 10 Juli 2009

Classical Architecture

Style Vitruvius pada arsitektur yang lebih condong ke Arsitektur Klasik merupakan arsitektur yang sangat terpaku pada order, proporsi, dan simetri pada setiap aspek bangunannya. Seperti yang dikatakannya dalam buku Ten Books of Architecture bahwa arsitektur bergantung pada order, pengaturan (arrangement),eurythmy, simetri,propierty,dan ekonomi. Dan kemudian keenam aspek ini yang mengatur setiap aspek-aspek pada design arsitektur klasik tersebut. Seperti peletakan bangunan yang cocok yang sesuai dengan penerangan Jupiter, bulan, atau kecocokan proporsi antara lebar dan panjang pada setiap bagian bangunan. Bahkan Vitruvius juga menjelaskan banhwa proporsi yang tepat pada bangunan bisa mengacu pada proporsi tubuh manusia dimana ada kepala,badan, dan, kaki.

Thus in the human body there is a kind of symmetrical harmony between forearm, foot, palm, finger, and other small parts; and so it is with perfect buildings.” (Ten Books of Architecture)
Dijelaskan bahwa dengan proporsi yang sempurna seperti pada tubuh manusia maka bangunan itu akan menjadi bangunan yang sempurna. Namun yang ingin saya pertanyakan adalah apa bangunan itu bisa selalu dikatakan sempurna ketika bangunan itu selalu terpaku pada aturan-aturan yang sudah ditetapkan pada arsitektur klasik. Apakah bangunan yang terbagi dengan tepat antara kepala, badan, dan kaki bisa dijadikan acuan sebagai arsitektur yang baik?
klasik-edit

Mungkin sebenarnya apabila dilihat dari perspektif lain, aturan-aturan ini malah seperti mengikat kita untuk membuat sesuatu yang sama secara terus-menerus. Sehingga geometri dari arsitektur ini pun menjadi sangat kaku. Dan ini mungkin yang mambuat arsitektur klasik sangat khas dalam fasad maupun denahnya. Keterikatan akan aturan-aturan arsitektur klasik ini juga sempat dikatakan dalam sebuah buku S,M,L,XL, dimana ketika diadakan rekonstruksi kembali kota Rotterdam muncul pendapat-pendapat bahwa mereka menginginkan kota baru yang tidaklah ideal, dimana harus terikat denganrules,propositions sehingga membuat kota itu malah terasa sangat steril bagi mereka.
“ Orthogonality become suspect. “What about 60 degrees, or 120 degrees?”..It can dance on angle..The new centre was “not really a city”..How about freedom of rules,propositions,purpose..”(S,M,L,XL.Rem Koolhas)

Arsitektur klasik yang dominan sangat orthogonal menjadi dianggap kaku, dan tidak diinginkan. Karena kakuan dari aturan-aturan itu membuat kota tersebut menjadi tidak familiar bagi masyarakatnya sendiri. Lalu muncul pertanyaan lain, apakah adanya ketidakcocokan ini berkaitan dengan waktu. Dimana mungkin arsitektur klasik itu sangat cocok di waktunya dulu namun tidak lagi cocok di waktu yang sekarang? Pengembangan arsitektur klasik pada zaman-zaman setelahnya juga sempat dilakukan dimana memunculkan style yang baru yaitu style neo-classical. Namun pengembangan ini juga tidak mengubah sebagian besar aturan-aturan pada arsitektur klasik. Contohnya yaitu pada Gereja Immanuel yang dibangun pada tahun 1832.

gereja-gambir

Penggunaan proporsi kepala,badan,dan kaki seperti pada arsitektur klasik itu tetap ada, namun muncul pengembangan seperti digunakannya dome(kubah) pada bagian belakang bangunan. Namun pengembangan ini tidak berarti terlalu besar karena penampakan bangunan yang tetap menyerupai dengan arsitektur klasik pada masa-masa sebelumnya. Aturan-aturan yang terus diikuti ini membuat arsitektur neo-classic juga memiliki bentuk-bentuk geometri yang kaku sama seperti arsitektur klasik. Lalu apakah arsitektur yang seperti ini yang disebut sebagai arsitektur yang baik? Apakah perkembangan bentuk-bentuk geometri yang lebih beragam dan telah berkembang saat ini tidak bisa dikatakan sebagai arsitektur yang baik juga?



Posting: Sukma hadi,ST

Tidak ada komentar:

Posting Komentar